Senin, 29 November 2010
Marasmus dan Kwashiorkor Sebagai Efek dari KEP
Kekurangan energi dan protein (KEP) pada bayi disebabkan oleh masukan energi dan protein yang tidak mencukupi kebutuhannya, yang disebabkan oleh multi faktor yang saling terkait, diantaranya:
- Masukan yang tidak adekuat.
- Meningkatnya kebutuhan.
- Menurunnya retensi energi.
- Meningkatnya energi yang terbuang. Hal ini dapat disebabkan muntah dan diare.
EFEK KEKURANGAN ENERGI PROTEIN
1. Marasmus
Marasmus sering sekali terjadi pada bayi di bawah 12 bulan. Tanda khusus pada marasmus ialah kurangnya (bahkan tidak ada) jaringan lemak di bawah kulit, Sehingga seperti bayi yang memakai pakaian yang terlalu besar ukurannya. Selain itu bayi akan merasa lapar dan cengeng.
2. Kwashiorkor
Jika marasmus umumnya terjadi pada bayi dibawah 12 bulan, kwashiorkor bisanya terjadi pada anak usia 1-3 tahun. Pertumbuhannya terhambat, jaringan otot lunak dan kendor. Namun jaringan lemak dibawah kulit masih ada dibanding bayi marasmus.
3. Marasmic – Kwashiorkor
Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai
Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai, bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan menyertai. Hal ini dapat terjadi pada anak yang dietnya hanya mengandung karbohidrat saja seperti beras, jagung atau singkong yang miskin akan protein. Gagalnya pertumbuhan kemungkinan akan menyertai pada kasus KEP-marasmus, Kwashiorkor atau keduanya.
PENCEGAHAN KEP
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas, tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare:
Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya.
Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi.
Program Imunisasi.
Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF).
2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.
3. Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan:
Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS.
Perhatian khusus untuk faktor “risiko tinggi” yang akan berpengaruh kelangsungan status gizi.
4. Memelihara status gizi anak
Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik
Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan.
Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi
Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.
Sumber : Nestle. 1999. Energi – Protein: KEP dan Pencegahannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar